Thursday, 3 January 2008

Apa Sih Yang Kurang Dari Pariwisata Kita?

Hari ini guru di sekolah, banyak banget berbicara tentang Malaysia dari segi tourism, mengapa mereka sangat hebat sekali dalam pariwisata, dan menduduki peringkat yang lumayan tinggi dalam hal index pariwisata di dunia (kerentanan mereka terhadap industri pariwisata dilihat dari bagaimana negara itu menangani keadaan pariwisata di negaranya, hal ini dilihat dari beberapa faktor, antara lain masalah regulasi pariwisata, kelengkapan infrastruktur atau bagaimana masyarakat suatu negara menerima dengan baik wisatawan asing). Indonesia, menduduki urutan ke-60, melampaui India, Afsel, dan beberapa negara asteng lainnya. Index pariwisata ini diterbitkan oleh organisasi dunia dalam bidang Ekonomi, yang berpusat di Davos, Swiss (itu loh, yang tahun lalu Angelina Jolie dan Brad Pitt secara khusus dateng ke sana, dan langsung bikin heboh dunia paparazzi).

Nah, sampailah si guru, menceritakan bahwa iklan pariwisata Malaysia sangat menarik dan menggoda. Sayangnya (atau untungnya), waktunya gak cukup, jadi kita gak sempat melihat iklan yang dimaksud. Tapi saya udah kebayang, kira-kira bagaimana rupa iklan itu. Trully Asia, yang digambarkan dengan orang dari berbagai suku bangsa, dan mungkin banget ada orang dayaknya. Sempet terlintas di kepala saya, lagu rasa sayange dan juga reog ponorogo yang minggu lalu katanya diklaim sebagai barongan mereka.

Secara khusus, setelah bubaran kelas, saya datangi guru saya, dan saya tanya, mengapa dia pilih membahas malaysia hari ini, dari sekitar 124 negara yang diteliti index pariwisatanya, mengapa mereka? Kira-kira saya sudah tau apa jawaban dia. Katanya, dia sangat tertarik dengan iklan yang ditampilkan di media-media, seperti di majalah, CNN, de el el Juga banyak sekali list yang diberikan oleh UNESCO terhadap kebudayaan mereka (masa iya sih?). Saya jelaskan, memang kami mengakui bahwa mereka memang sangat jago menjual pariwisata mereka, sangat diacungi jempol. Kemudian saya juga bercerita, tentang masalah promosi pariwisata mereka yang banyak menyinggung perasaan bangsa kami. Profesor saya cuman mengangguk-angguk. Rasanya saya seperti orang bodoh deh, mencoba menjelaskan suatu kenyataan, tapi sepertinya orang tidak terlalu peduli.

Saya tidak sirik dengan Malaysia, kalau mereka memang kaya akan sumber pariwisata, biarlah mereka menjadi terdepan. Setidaknya kami bangsa Indonesia tidak pernah mengkritik cara Thailand mempromosikan daerahnya yang memang ok berat, dan karena mereka tidak pernah merugikan bangsa kita kan? Atau Philippina yang tidak juga mengklaim hal-hal tertentu, padahal budaya kita kan juga banyak kesamaannya dengan mereka. Yang paling tidak saya suka, adalah bagamana orang lain mengklaim bahwa sesuatu adalah hasil pemikiran mereka, kemudian membuat kesan kalau hanya di daerah mereka lah hal itu dikenal dan lahir di sana.

Oke, saya tidak akan berpanjang-panjang tentang hal yang sudah sangat sering dibahas ini, karena tidak banyak gunanya kita menyalahkan mereka. Yang penting bagaimana kita melihat diri kita, dan membangun apa yang perlu ada, atau diperbaiki.

Sesampainya di rumah, saya buka situs berita Le Monde untuk mencari berita-berita terkini, dan lucunya, di situ ada iklan tentang pariwisata Malaysia, menggunakan bahasa perancis. Hebat, dalam hati saya. Mereka benar-benar all out terhadap pariwisata mereka, termasuk mengenal benar target mereka, yaitu orang perancis yang gak bisa bahasa lain selain bahasa perancis. Di dalamnya ada tentang orang dayak, makanan, de el el. Trus di mana dong, iklan-iklan pariwisata kita, ulasan tentang rendang dalam bahasa perancis, misalnya? hehe.

Saya pernah secara khusus mencari iklan pariwisata Indonesia di youtube, dapat! Iklan itu pakai bahasa inggris, dan entah apakah iklan ini pernah ditampilkan di CNN atau di expo-expo international? Iklan berdurasi panjang ini sepertinya tidak untuk ditampilkan di TV, jadi ditampilkan mana dong? Di Le Monde, saya tidak pernah lihat deh iklan pariwisata Indonesia, meski kalau di kedutaan RI Paris sih pernah lihat juga ada brochure-brochure, tapi orang kan harus secara khusus datang ke sana bukan?

Rasanya lemes deh, sadar bahwa kita memang masih harus beres-beres atau cuci piring. Untungnya, walaupun belum maksimal hasilnya, pemerintah kita sudah mulai sadar apa itu marketing negara kita (kayaknya sadarnya udah lama sih, semenjak visit Indonesia year berpuluh-puluh tahun yang lalu, lupa kapan pastinya..hehe). Ternyata tahun depan, bakal ada lagi tahun visit Indonesia Year 2008.

Coba lihat situs ini: http://www.my-indonesia.info/index.php. Coba juga lihat foto-fotonya yang dibikin oleh agen RIA NOVOSTI, kalau saya tidak salah, ini adalah kantor berita resminya Russia. Apakah kita pernah tahu tentang keberadaan situs ini? Kalau saya tidak khusus mencarinya, saya tidak akan pernah tau. Huuu... saya ini orangnya ignorant sekali ya ternyata.... apa pemerintah yang kurang promosi?

Saya juga mencari tahu tentang situs budaya UNESCO dan bandingkan dengan negara-negara tetangga. Untungnya Indonesia masih punya lebih banyak hal yang termasuk dalam list UNESCO, walaupun bila dibandingkan dengan Italia atau Perancis, Indonesia kalah jauh banget, tapi setidaknya ini cukup membanggakan saya (sedikit bisa bernapas lega kalau apa yang dikatakan profesor saya tentang negara tetangga yang saya sebutkan sebelumnya, tidak benar adanya..).

Saya pernah baca, miss pariwisata Indonesia tahun 2006, (lupa namanya siapa) berkata: "Sebetulnya kesuksesan pariwisata Indonesia bukan hanya bergantung kepada pemerintah aja loh, tapi juga seluruh lapisan masyarakat". Hmm.. kesannya emang kata-kata dia orba banget sih, tapi setelah saya renungkan, bener juga loh. Kalau kita cuman menuding pemerintah gak komit dalam menjalankan pariwisata, dan kita terus berlaku seenaknya terhadap wisatawan (tidak kooperatif) yah percuma juga itu peraturan digolkan ditingkat atas kalau kitanya juga gak komit untuk menjalankannya. Saya pikir, keberhasilan Indonesia bukan hanya usaha satu golongan saja, tapi juga usaha setiap orang.

Saya gak mau ah berteori-teori, saya sendiri gak punya solusi yang jelas nyata dan jreng hasilnya. Tapi sekiranya, saya tidak akan pernah berhenti mempromosikan negara saya kepada khalayak ramai, ke semua orang yang saya tahu, walaupun saya tahu, wisman-wisman yang datang ke Indonesia bakal terus kecele merasa terus diplorotin. Tapi saya gak mau putus asa, karena saya pikir, orang Indonesia bisa belajar dengan langsung praktek. Kalau menunggu mereka berubah, ya kapan? Gimana kalau wisman terus datang, dan orang Indonesia jadi "dipaksa" belajar berubah?

Ah, maaf kalau saya terlalu nasionalis terhadap Indonesia. Temen Phil saya di kelas yang lama tinggal di My aja sering kali membanggakan negara itu, dan sudah sangat hopeless dengan keadaan negaranya sendiri, makanya dia sering kali godain saya setiap saya bilang, saya gak suka dengan negara tetangga kami itu.

Bukan dari segi saya tidak suka orang-orangnya, tapi saya hanya tidak suka cara mereka seperti anak kecil yang manja, yang apa-apa mau diaku miliknya. Kalau soal mereka lebih maju, memang kenyataannya seperti itu, ya mau apa? Tapi yang jelas, rasa marah kalau budaya kita diambil negara lain, tidak ada hubungannya dengan masalah sifat orang-orang di negara itu. Saya tidak membenci orang-orangnya, tapi tidak menyukai negaranya.

Teman Phil saya ini, sering kali bilang ke saya, kalau dia ingin sekali pensiun di My atau bikin investasi di negara itu, karena dia cinta banget dengan My. Dia sering ngajak saya. Hehehe.. saya mah ogah deh mbak, bukan negara gue juga sih, kalau saya bisa dan mampu sih, mendingan nolongin bangsa sendiri aja deh yang jelas-jelas bikin ortu atau generasi penerus bangga. Kesannya saya emang terlalu banyak omong, tapi entah kenapa, saya memikirkan keponakan kecil saya yang imut-imut, apakah nanti kalau dia sudah mengerti tentang dunia, apakah masih ada sesuatu di Indonesia yang bisa dibanggakannya? Jangan-jangan dia malah malu jadi orang Indonesia, seperti generasi-generasi seumuran saya.

Menurut teman-teman, apa sih yang kurang dari kita? Apakah ada yang bisa kita bantu untuk menolong Indonesia? Walaupun hanya sedikit tenaga, tapi kan lebih baik daripada tidak pernah sama sekali....

Yang ini pesan yang saya tulis di salah satu blog saya (yang bahasanya bukan bahasa indonesia.. rennnn ca na nya sih gitu.. hehe.. tp saya males banget update), yang saya tujukan untuk para francophone untuk kira-kira mencari tau, apa sih nama-nama di bawah ini.... Ada yang mau membantu saya menambahkan daftarnya? Silahkan loh... saya sangat butuh info, walaupun ini cuman setetes air di lautan...

6 comments:

Anonymous said...

Saya Anak Malaysia.
bagus sekali tulisan saudara ini. terutama apabioa menyentuh soal Malaysia. Saya kira nasib malang Malaysia adalah satu-satunya negara dari segi politis berbeda dengan negara anda. Malangnya lagi jatah promosi parawisata 2007 duluan Malaysia. Nah sekarang 2008 Indonesia pula sedang promosi parawisatanya. Samapi dalam iklan tv Malaysia pun masuk. Bah! kalau lah promosi parawisata Malaysia diTV Indonesia tahun kemarin pasti demonstrasi besar-besaran di Jakarta. Kita tau "rasa" anda. Ya Malaysia juga promosi sate,nasi,ketupat itu semua ada di Indonesia yang anda fikir aslinya memang di Indonesia. Sayang tidak pernah anda fikir bahawa sate,ketupat,nasi goreng de el el itu sudah wujud sebelum kewujudan Malaysia dan Indonesia. Orang Jawa sudah keluar masuk lebih 200 tahun yang lalu. Yang mereka tampilkan pasti budaya Jawa. Sayannya mereka adalah warga Malaysia. Reog itu asli tak pernah dibohongi dan pemainnya juga orang Jawa semua malang sekali mereka ini secara hukum internasional rakyat Malaysia. Telah dilahirkan di Malaysia hanya mewarisi tradisi yang dibawa eyang,kakung mereka dari Majapahit,Mataram,Demak dll. Lucu sekali kalau mereka harus memakai lambang Indonesia.

Indonesia tiada kurangnya. Cuma saya fikir yaa...kalau sudah sate,wayang,batik sudah duluan Malaysia yang promosi 2007, kita nanti 2008 mau tampilkan apa? Itu yang menjadi keributan. Saya kira tidak perlu ribut banyak ide kreatif bangsa Indonesia dan rasa istimewa Indonesia yang tidak ada di Malaysia begitu juga kebalikannya. Stake di USA, berbeda dengan di Australia. Batik jug aorang kenal ciri khas Melayu dan Jawa. Ya tapi itulah sudah nasib Malaysia begitu sering dicaci maki sama Indonesia,1969 pernah diserang sama Indonesia.1970-an Guru-guru dari USA peace core,Australia dan Indonesia itu datang dibayar bukan bantuan gratis ya karena waktu itu kita perlu banyak belajar...lihat kesuksesan orde bare Indonesia yang bisa membina pesawat dll. Tidak ada pula orang Malaysia menulis nada seperti saudara.

Ah sudahlah malang sekali menjadi Malaysia ini
Ikhlas
Anak Malaysia

Unknown said...

Selamat Pagi,

saya tahu apa rasanya jadi anda, yang malangnya, banyak sekali budayanya bersinggungan dengan budaya negara tetangga. Seperti orang Belgi yang marah kalau kita di dunia mengatakan "French fries" untuk mengatakan kentang goreng, padahal kata mereka itu adalah Belgian fries aslinya. Bayangkan bila kemudian orang-orang Perancis mengatakan bahwa French Fries adalah asli dari Perancis dan memakainya sebagai promosi wisata mereka... apa yang akan dirasakan oleh bangsa Belgia yang sebetulnya budaya dan rupanya sama dengan negara tetangganya? Apalagi tanpa dipisahi lautan?

Tapi sudahlah, saya pikir, kita semua tahu asal muasal dan bisa belajar sejarah. Biarkan fakta yang berbicara, kami punya kelebihan kami yang lain. Bukan masalah kami tidak bisa menampilkan hal-hal lain mengenai kelebihan kami (pada promosi pariwisata Asia Tenggara di Jepang, pariwisata Malaysia mencomot lagu dari Sumatera Barat yang pengarangnya pun masih hidup). Jangan lupa, kami bangsa yang punya banyak hal lain selain kebudayaan Dayak, kebudayaan Jawa dan Minang. Di tanah jawa sendiri, ada tiga budaya yang berbeda yang lain dari Jawa. Silahkan cari sendiri. Kami masih punya hal-hal yang lain yang bisa dibanggakan.

Memang tampaknya malang jadi bangsa anda. Tapi tak apa, seperti saya katakan, bangsa anda memang jago marketing, jadi nikmati saja semua itu sebagai kelebihan anda.

Jackie.

Anonymous said...

Anak Malaysia
Oh bagus anda respon yang saya anggap tidak emosional. Pernahkah anda terfikir atau anda merasakan bahawa Malaysia akan "sirik" dengan Indonesia yang menampilkan hal-hal yang sama? Apa lagi sekarang promosi wisatanya masuk TV Malaysia! Kenyataannya terbukti warga Malaysia menyambutnya dengan positif malah salut sama Indonesia berani-beraninya promosi negaranya di sini sedang warganya marah-marah,protes,caci maki,menghina maling de el el.

Saya tau sekali jika Indonesia itu punya keistimewaan yang tiada di Malaysia. Kami lebih "gentlement" mana ada aksi bakar bendera? Ok anda mahu tau cerita sebenar Donald Kolopita ? nanti saya posting di sini. Ia sumber asli dari Indonesia bukan dari Malaysia soal kebolehpercayaan saya serahkan ke anda sendiri. Yang saya yakin anda tidak akan percaya.
Ikhlas
Anak Malaysia

Anonymous said...

Coba dibaca. Sumbernya dari Indonesia sendiri
5b. ttg Indonesia-Malaysia
Posted by: "Riza Sihbudi" rizasihbudi@yahoo.com rizasihbudi
Date: Mon Nov 5, 2007 3:42 am ((PST))

[ ribut2 soal Indonesia-Malaysia, di bawah ini ada pendapat menarik dari wartawan Kompas, B. Shambazy ]


Saya setuju teori bahwa kita masih terbawa kultur Konfrontasi terhadap
Malaysia.

Kekesalan terhadap Malaysia belakangan ini sebenarnya makin menguak sendiri wajah topeng bangsa kita. Dan ternyata topeng yang kita pakai berlapis-lapis sehingga sukar mengetahui persis yang mana wajah kita yang sesungguhnya.

Kita merasa identitas kita (wayang, batik, Rasa Sayange)dicuri Malaysia, namun tak pernah sadar setiap hari kehilangan muka,rasa percaya diri, martabat, kekayaan alam, uang negara, dan lain-lain.

Kita merasa Malaysia pencoleng jahat, padahal kerjaan kita setiap hari mencuri. Kita merasa Malaysia tak jujur, kita tiap menit berbuat curang di jalan raya. Kita menuduh Malaysia tukang jiplak, tetapi kita
mencontek film horor, lagu, hak cipta, dan lain-lain.

Di sebuah milis ada ledekan baru: Malaysia memang "Malingsia", tetapi kita "Munafiksia".

Menurut saya yang lebih berbahaya adalah kebiasaan menyalahkan Malaysia ini sejak peristiwa Ambalat telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang berkuasa untuk mengalihkan perhatian dari sederet masalah di dalam negeri. Ambalat jelas dimanfaatkan untuk mengalihkan perhatian dari dampak-dampak negatif akibat kenaikan harga BBM saat itu.

Ketika Kompas meliput HUT Malaysia ke-50 ke Kuala Lumpur salah seorang
reporter mencari tahu mengapa si pelatih karate dianiaya polisi.
Ternyata suatu Subuh ia mendatangi sebuah lokasi pemukiman TKI yang sedang panas.

Polisi sedang mengawasi lokasi itu karena jadi sarang perdagangan gelap narkoba dan sudah banyak TKI yang ditangkap. TKI melakukan perlawanan, termasuk membakari mobil polisi dan menancapkan bendera merah-putih di rongsokan mobil yang dibakar itu.

Nah si pelatih karate (baca Donal) yang datang ke sana ditanyai polisi, namun ia malah memukul seorang polisi dan lalu kabur. Maka ia dikejar dan dianiaya.

Andaikan insiden itu terjadi di Amerika Serikat, si pelatih karate
mungkin sudah didor. Republik geger gara-gara "penganiayaan" itu, namun
semua pihak yang berkepentingan (KONI, Forki, Mennegpora, Kepolisian RI, dan instansi-instansi lainnya) enggan membuka akses kepada wartawan
yang ingin bertanya kepada si pelatih karate: eh, lu ngapain sih Subuh-subuh ke sono? Itulah sebabnya kami sebagian wartawan menyimpulkan pemanfaatan
isu penganiayaan untuk mengobarkan nasionalisme sempit sekaligus
mengalihkan perhatian dari masalah-masalah dalam negeri.

Soal kedua yang cukup penting adalah jumlah TKI di Malaysia (legal atau ilegal) mencapai 3 juta orang atau sekitar 10 persen dari total populasi Malaysia. Jadi bayangkan jika di Indonesia, yang berpenduduk sekitar 210 juta, terdapat sekitar 21 juta (atau sekitar 10 persen) orang Malaysia.

Mereka merebut pekerjaan di segala sektor, suka main kucing-kucingan
dengan penguasa (polisi, RELA, imigrasi, dan sebagainya), gemar
melakukan kejahatan, dan seterusnya. Ini masalah sosial, bukan politik, yang perlu dipecahkan.

Saya tahun lalu dua bulan berada di Jerman meliput Piala Dunia 2006 dan
tampak jelas bagaimana warga Turki mulai diperlakukan secara
rasialistis/diskriminatif oleh orang-orang Jerman. Warga Latin di
California juga mengalami hal yang sama, begitu juga orang-orang Afrika(Tunisia, Maroko, dan Aljazair) di Perancis.

Kita tentu layak marah TKI diperlakukan diskriminatif selama mereka memasuki wilayah Malaysia secara resmi, bukan "illegal alien". Di lain pihak KBRI di Kuala Lumpur justru memperlakukan TKI secara tidak manusiawi, termasuk memeras penghasilan mereka. Sekarang ini mantan
duta
besar RI di Malaysia sedang diadili karena skandal pemerasan TKI dan
beberapa petugas Kantor Imigrasi bahkan sudah dijatuhi vonis oleh
pengadilan.

Celakanya tingkat emosi sebagian masyarakat sudah terlalu tinggi
sehingga
sukar saling tukar pendapat dengan mereka. Saya sudah lama menarik
kesimpulan rakyat kita memang pintar, makanya Ibu Negara Ny Ani
Yudhoyono
membuat proyek pembuatan "rumah pintar", "mobil pintar", bahkan "motor pintar" untuk "rakyat pintar."

Salam,
Budiarto Shambazy

sparklingcosmic said...

Dear Anonymous,

Tidak semua orang Indonesia suka panasan, dan seperti kata anda, kami memang sangat berani seperti saya yang mencantumkan nama asli saya, dan pendapat saya secara terbuka di blog saya, dan kalau anda lihat ada foto2 pribadi saya sekalian. Kebetulan anda menyinggungnya, saya sangat salut kepada keberanian bangsa saya yang menampilkan iklan pariwisata di negara anda, berarti bangsa kami sudah benar-benar melek mata terhadap marketing pariwisata. Yang saya tahu, terakhir saya berkunjung ke Bali, di kuta, bergerombolan anak muda malaysia berlibur. Semoga mereka menikmati benar liburan mereka di Indonesia.

Saya rasa anda perlu membaca pendapat saya di atas baik-baik dan tidak panasan. Saya tidak menyinggung masalah Donald, masalah Rela, saya berbicara soal pariwisata bangsa saya, dan masalah menyinggung negara anda hanya sebagian kecil dari sekian banyak kalimat yang saya tulis di atas. Intinya bukan untuk menjelekkan pariwisata bangsa anda yang banyak bersinggungan dengan bangsa yang berani dan kreatif, bangsa Indonesia, tapi lebih mengenai tentang apa yang kurang dari pariwisata Indonesia, bahwa pariwisata itu bukan hanya tanggung jawab sekelompok kecil.

Kalau anda masih panas, coba saja sekalian cari di net-net situs2 yang menjelekkan bangsa Indonesia, atau youtube, ikutan di situ, yang perang-perang kata-katanya bikin saya malas ikutan. Gampang kok dicari di net, bukannya tidak ada. Apa sih yang gak ada di net? Penyebar kebencian terhadap ras, agama saja bisa dengan mudah ditemui, masa untuk hal-hal kebencian antara Indonesia Malaysia aja tidak bisa ditemui sih?


Jackie

Anonymous said...

Merci Boucoup Jackie.
Nama saya Nurdin lebih gampang guna anonym gara-gara saya tidak punya blog. Oh ya..saya bukan dari kelompok caci maki itu. Ngeri sekali jika baca you tube,topix dan banyak lagi.

Saya cuma ingin berdialog dengan cara yang sihat dengan orang Indonesia manca negara seperti anda. Apa lagi yang punya law back ground. Saya "panas" oh tidak sekali..saya ini cool orangnya. Ingin menceritakan hal yang sebenar. Saya juga tidak setuju dengan mennegpora Malaysia(asli keturunan Minang) yang lalu. Apa lagi stafnya yang suka short cut ambil lagi rasa sayang. Masih banyak lagi lagu Melayu yang ada. Dan percayalah apabila menerima reaksi dari Indonesia kami yang merasa suku Melayu ini juga terkilan/marah/sedih "kok lagu ini yang diambil" banyak lagi lagu yang ciri khas Melayu. Ini hal yang sebenar.

Kembali ke situs yang menjelekkan Indonesia..ya banyak juga situs yang menjelekkan Malaysia. "Engkau begitu aku begini sama saja.." (kata mendiang Broery).

Patriotisme anda saya salut. Pergi one to one dengan profesor itu lebih saya salut!menyatakan ke "bete" an anda karena suka sekali dia meng "high light" Malaysia. Saya juga akan merasa begitu "ah ini semua di negara asal saya juga ada..". Saya secara peribadi tidak suka terlalu patriotisme terhadap konstitusi negara. Kita semua warga dunia. Keep it peaceful and harmony. Itu prinsip saya.

Ok ayuh sama-sama kita bangunkan negara yang sudah takdirnya kita dilahirkan di situ. Tanpa ada rasa iri,benci,sirik dll. Yang saling caci maki itu biarlah mereka begitu.

Nurdin M.Nur PhD (Malay Literature)