Tulisan ini saya tampilkan di MP, untuk kenang2an saya aja sih sebetulnya. Tulisan-tulisan lain yang pernah dimuat di koki dengan nama samaran lain yang sifatnya sedikit pribadi, saya simpan di blog saya yang lain saja, di blog pribadi yg gak pribadi2 amat (karena menurut saya, kalau sudah nulis di net, ya berarti kita setuju untuk membuka sebagian jati diri kita kepada publik, harus siap dengan segala konsekuensi yang menjadi akibatnya). Besok2 saya tampilkan yang soal makanan dan juga soal betenya saya ikut Multi Level Marketing (MLM). Itu nanti saja deh kalo gak malas. Mungkin aja diantara pembaca MP ada yang bisa jawab permintaan saya di bawah, mohon bantuannya.
Bahasa - Jackie (Kota Cahaya dan Kota Cinta :)) )
Zev.. beberapa waktu lalu ada cerita tentang bahasa daerah.. Daripada saya nulis di bagian komen melulu, sekali2 bikin perubahan ah, di kokinya sendiri. Kali aja dimuat. Saya mau berbagi sedikit, pendapat saya tentang bahasa.
Soal bahasa daerah, maaf, saya gak tau apa2. Walau ibu bapak bisa bahasa daerah mereka masing2, mereka gak pakai itu ketika komunikasi, dan saya besar di lingkungan kota Jakarta. Bahasa daerah yg paling saya tau, ya bahasa Sunda karena dulu sempat kuliah di Bandung, tp itu juga gak banyak, cuman sepatah-patah. Saya prihatin dengan nasib bahasa Indonesia. Sampai saat ini, saya masih belajar beberapa bahasa asing sekaligus (walaupun ada juga beberapa yang udah gak saya pelajari lagi.. nyerah, bikin kepala mumet dan saya pikir saya gak akan pergunakan bahasa tersebut).
Menurut saya, setiap bahasa itu ada seninya tersendiri, dan mencerminkan pola pikir maupun identitas bangsa yang bersangkutan. Semuanya unik, ada aturan grammarnya sendiri-sendiri. Tapi yang paling susah, paling seru dan paling unik sehingga banyak kata-kata yg gak bisa diterjemahkan ke bahasa asing lain, adalah bahasa Indonesia. Saya jadi lebih menghargai bahasa Indonesia setelah saya belajar kira-kira lima bahasa asing dan membanding-bandingkan kekurangan maupun kelebihan mereka masing-masing. Kalau ketemu ama orang Indonesia saya senang banget berbahasa Indonesia karena rasanya jadi beda dan guyonannya langsung lepas tanpa beban, gak takut, apakah grammarnya betul ato nggak. Padahal saya ini gak bisa juga sih bahasa Indonesia dengan baik dan benar, walaupun pengen juga ya melestarikannya. Bahasa Indonesia saya sudah terlalu banyak pengaruh bahasa sehari-hari yang kesannya simple, dicampur bahasa gaul dan bahasa Betawi yang ringkes dan humoris.
Kalau saya lihat-lihat kamus Indonesia Perancis yg terbitan Gramed (yg paling tebel warnanya merah), sebetulnya banyak sekali kata2 bahasa Indonesia yg gak pernah saya kenal, ataupun pernah dengar, dan tidak umum untuk dipakai. Yang hilang, saya pikir, karena jalannya waktu; sudah tidak pernah lagi dipergunakan oleh masyarakat baik dalam forum resmi (apalagi forum sehari-hari ya) atau mungkin kata yang didasarkan pada suatu benda, memang sudah tidak ada lagi di muka bumi. Mungkinkah kata camping suatu hari akan surut, bila masyarakat Indonesia udah tidak bertani lagi? Mungkin juga. Sayang sekali kalau sampai itu terjadi. Atau barangkali anak-anak kita sudah tidak kenal kata mesin tik karena sekarang hampir semua orang pakai komputer yah.
Keaslian bahasa tercinta bahasa Indonesia juga sudah hilang, karena sekarang kita banyak pakai serapan kata asing. Kok jadinya bahasa indonesia kaya gak punya identitas sendiri ya, meski keuntungan lainnya, org asing jadi lebih mudah berkomunikasi dengan kita, dan kita juga gak susah mengerti suatu kata asing yg saya pelajari. Banyak org bilang, bahasa kita tuh paling gampang di dunia karena gak kenal tenses.
Saya pernah ketemu sama seorang ahli bahasa yg lagi penelitian di Belanda, dia orang Georgia (nama negara loh, bukan nama negara bagian di US). Dia bilang, bahasa melayu itu harus diacungi jempol dalam hal ringkesnya. Lanjutnya, dengan adanya globalisasi ini, ada kecenderungan untuk mempermudah struktur bahasa-bahasa di dunia ini dan kemungkinannya nantinya, bakal jadi seperti bahasa melayu yang mudah, yang tidak menuntut kesempurnaan: yang penting tujuan komunikasi antar manusia tercapai.
Saya bukan orang komputer, tapi kata dia konsep bahasa melayu yang simpel, diterapkan ke dalam komputer, jadi keduanya sama-sama gak ada tensesnya. Perintah-perintah dalam komputer jadi mudah. Besok kami makan, kemaren kami makan. Tidak ada perubahan kata kerja makan. Mudah bukan?
Wah tapi kalau semua bahasa di dunia ini dibikin simple, nanti apa tidak hilang identitasnya masing-masing? Dan apakah mungkin, bahasa perancis yang kaya grammare, mengaku paling logis, mau « menjatuhkan derajat » mereka misalnya?
Katanya sih bahasa Perancis ini bahasa yg paling banyak nuntut kesempurnaan bagi para penggunanya. Kalau untuk bisa komunikasi dalam bahasa Inggris, misalnya kita hanya dituntut untuk menguasai 100 kata, tapi kalau di Perancis yah, harus 500 kata (ini sekedar contoh) padahal konon total jumlah kata dalam bahasa inggris adalah sekitar tiga kali lipat lebih banyak jumlahnya dari bahasa Perancis, yang berarti bahasa Inggris lebih kaya dan dapat mendefinisikan segala sesuatu secara lengkap maupun tepat maksudnya. Tapi orang Inggris biasa-biasa aja tuh kalau kita salah pake kata-kata, atau salah ngomong grammar.
Makanya banyak yg bilang kalau bahasa perancis itu susah karena terlalu perfecksionis, grammar harus sempurna, dan pemakainya diharapkan agar mampu menghindarkan pemakaian satu kata secara berulang-ulang untuk mengeksrepsikan pendapatnya. Banyak orang perancis yang kehilangan respek terhadap seseorang, bila orang tersebut tidak dapat berbicara dengan aturan yang benar. Sebaliknya respek akan didapat ketika kita mampu mengekspresikan pendapat dengan menunjukan kekayaan kosa kata kita.
Bayangkan kalau aturan main ini diterapkan di bahasa indonesia yang kosa katanya gak banyak, dan gak jauh-jauh dari masalah makanan..hehehe.... Bercanda deng.... Guru bahasa perancis saya, orang perancis asli, pernah cerita, kalau dia lagi rapat sama guru-guru lain, masih banyak kok yang bikin kesalahan grammar. Dan itu bisa menyebabkan gunjingan di antara peserta rapat saking perfeksionisnya orang-orang perancis. Lucu juga ya.
Sampai saat ini, saya hampir belum pernah ketemu dengan pendatang yang bisa berbahasa perancis dengan sempurna selayaknya orang perancis asli, walaupun mereka sudah lama tinggal di Perancis. Saya pernah kenal dengan seorang kakek Amerika, pernah memimpin beberapa perusahaan besar di Amerika maupun Perancis, dan dia sudah empat puluh tahun tinggal di Paris, tapi aksen amerikanya masih kental dan masih sering bikin kesalahan grammar. Saya jadi gak berkecil hati ya kalau saya yang kere, udah tahunan belajar bahasa ini dan tinggal di ibukotanya, tapi masih aja belom lancar-lancar bahasa perancisnya. Namun lucunya, saya punya teman perempuan orang Israel dengan kemampuan bahasa Perancis yang hampir sempurna, padahal dia belom dua tahun tinggal di Paris. Kadang-kadang orang sangka dia itu orang asli sini.
Begitulah, orang perancis sangat cinta sama struktur rumit bahasanya, dan menganggap bahasanya adalah bahasa yang harus dikuasai secara baik. Tidak heran, kalau orang perancis itu paling nggak bisa berbahasa asing lain, karena butuh 15 tahun awal kehidupan mereka untuk menguasai bahasa ibu mereka sendiri. Mereka bukannya gak mau ngomong bahasa inggris, tapi mereka itu emang bener-bener gak bisa bahasa inggris. Kalau ditanya, bahasa asing apa yang paling penting untuk dipelajari, mereka akan jawab dengan cepat: inggris!! Tapi kalau ditanya bahasa yang paling indah, mungkin mereka akan menjawab bahasa Italy. Lucu juga, padahal bahasa italy kan masih saudaraan sama bahasa ibu mereka. Karena ada sejarahnya juga, dimana jaman baheula, raja perancis senang sekali dengan budaya Italy. Jadinya dia banyak niru-niru bahasa italy, dan digabung sama bahasa latin.
Saya mengajarkan anak-anak balita tetangga saya pelajaran bahasa inggris, karena orang tua mereka berharap banget anak-anak mereka gak tumbuh jadi kayak mereka: nol dalam bahasa inggris. Tapi ya ampun, yang namanya ngajarin mereka harus ekstra sabar deh. Kata-kata semudah « boy » malah dilafalkan « bor » atau « apple » malah dilafalkan jauh banget dari lafal aslinya. Lidah mereka susah sekali dibiasakan ngomong inggris karena aksen perancis mereka udah lekat. Adik-adik ipar saya yang tinggal dan bekerja di NZ selama dua tahun belakangan sama aja, bahasa inggris mereka payah sekali. Aksen perancis mereka sangat kental, dan kalau mereka ngomong bahasa inggris, saya gak ngerti deh mereka ngomong apa. Masih mending saya banget deh, sampai-sampai saya bercanda, apakah mereka itu benar tinggal di NZ. Hehehe. Tapi memang tidak dapet dipungkiri kalau orang perancis suka sekali sama bahasa mereka sendiri, makanya banyak orang beranggapan, bahwa persyaratan utama untuk jadi politisi di Perancis adalah: Harus jago maen kata (bersilat lidah) dan orang Perancis tidak akan marah bila presiden mereka terlalu banyak meluangkan waktunya membaca karya sastra. Yah maklumlah, ini negara gudangnya sastrawan.
Oke, balik lagi ke permasalahan bahasa Indonesia. Karena sifatnya yang simple dan sering kali bias dalam arti, jarang sekali ya, ada kontrak hukum yang didasari dengan bahasa Indonesia. Rata-rata pasti dibuat dalam bahasa inggris. Dan bila ada dua terjemahan, dan kemudian ada konflik mengenai kata-kata dalam kontrak di kemudian hari, yang akan digunakan sebagai acuan, pasti bahasa inggris, dengan anggapan bahasa inggris hanya memiliki satu arti untuk satu kata. Kerancuan atas suatu kata dalam kontrak bisa dihindarkan, bila kontrak itu didasarkan atas bahasa inggris. Bahasa Indonesia terlalu mudah untuk dibelokkan dari arti sebenarnya, sehingga pelaku bisnis enggan untuk menggunakan bahasa indonesia dalam kontrak. Wajar ya, kalau syarat kerja di law firm di Jakarta, yah harus bisa bahasa inggris dengan lancar. Selain untuk pergaulan ke klien-klien asing, penggunanaan bahasa Inggris di tanah air bisa dijadikan acuan sebagai barometer gengsi sih.
Bila digunakan sering-sering, orang bisa mendapatkan kesan kalau kita ini berpendidikan tinggi, kelas sosial bagus, sering keluar negeri, dan lain-lain. Tapi kalau penggunaannya salah dan tidak pada tempat dan waktunya, malah sering menuai protes dan berkesan blagu atau kampungan ya. Ini pengamatan saya dari tulisan-tulisan di koki yang sering ditulis pakai bahasa asing. Yah, sekali-sekali pakai istilah asing sih gak apa, tapi kalau campur aduk, yang bacanya pusing juga sih. Baca sebentar saja, orang pasti gak tahan dan langsung dilewati gitu aja. Sayang khan, udah capek nulis panjang-panjang, tapi maksudnya gak sampai cuman karena masalah bahasa.
Ketika kita menulis di suatu tempat umum, apa sih yang kita mau? Pastinya agar orang lain mengerti dan mendapatkan maksud isi hati kita secara tepat bukan? Ada seorang perancis, ia bekerja sebagai ahli bahasa di kemenlu sini. Dia bilang ke saya, di Asia Tenggara, memang ada kecenderungan untuk memakai bahasa inggris yang dicampur dengan bahasa lokal, agar status sosial orang jadi naik di mata orang lain.
Menurut pengamatan saya lagi nih, sebetulnya orang Indonesia rata-rata, pintar-pintar berbahasa asing lain. Entah apakah karena kita emang banyak istilah asing, baik dari bahasa inggris, belanda, perancis atau latin, makanya kita gak menemukan kesulitan dalam mengingat kosa kata asing. Ini diakui oleh orang-orang perancis yang pernah tinggal di indonesia misalnya. Mereka bilang, orang melayu itu rata-rata dibekali dengan bakat belajar bahasa. Fantastis, kata mereka. Hehe, mereka boleh iri, dan kita boleh banggalah... Terus terang, saya juga berpendapat demikian.
Melihat keponakan saya si balita lucu yang tinggal di jakarta dengan mudahnya melafalkan kata-kata asing, dan membandingkannya dengan balita-balita di perancis sini, wah, jauh jagoan keponakan saya mana-mana deh. Cuman kali masalahnya, adalah kita ini terlalu rendah diri, padahal potensi yang kita punya bisa jauh lebih bagus. Mungkin juga masalah budaya atau kesempatan yang kita punya gak sama satu sama lainnya.
Semoga pembaca belom bosen sama tulisan saya, sehingga masih mau diajak mikir apa manfaat penggunaan istilah asing dalam komunikasi sehari-hari. Semua itu ada sisi baik maupun buruknya. Saya gak bisa juga sih bilang kalau pengadopsian istilah asing ke bahasa kita sangat disayangkan karena jadi banyak kata-kata asli Indonesia yang hilang digantikan bahasa inggris misalnya. Karena ada sisi positifnya juga kan. Tapi saya akan senang sekali kalau kita melestarikan (aduh bahasanya orba banget gak sih?) bahasa indonesia ini dengan cara menggunakannya setiap ada kesempatan, dan juga memvariasikan kosa kata yang ada.
Saya gak bilang bahasa Indonesia saya sempurna (anda lihat sendiri kan, tata bahasa indonesia saya acak-adul), dan kosa kata saya juga gak beragam.Tapi saya masih mau terus belajar kok. Kalau ada kosa kata Indonesia yang menarik dan jarang wah, saya akan senang sekali memakainya kalau ada kesempatan.
Oke, sebelum saya akhiri tulisan saya ini, saya ada beberapa permintaan. Sekitar dua tahun yang lalu, waktu saya masih tinggal di Jakarta, saya seneng tuh baca kolom bahasa indonesia di harian Kompas. Aduh siapa orang yg suka nulis di situ, saya lupa. Untuk pembaca atau Zevie, tolong kasih tau dong nama orang itu. Kalau tidak salah, ada marga bataknya. Orangnya blak-blakan banget, lucu aja kalo baca tulisannya dia yang nyinyir,tapi banyak benernya juga. Dia masih suka nulis gak ya? Saya mau dong baca ide-idenya dia. Apakah ada tulisan dia di net?
Yang kedua, saya pengen tanya sama para pembaca, apakah hanya perasaan saya saja bila saya bilang, kamus besar bahasa Indonesia (terbitan Balai Pustaka kalau tidak salah) yg terbitan baru sudah lebih tipis dibanding terbitan dua puluh tahun lalu. Apakah karena kosa katanya sudah banyak yang dihapus, atau memang ada perbedaan kualitas kertasnya?
Saran saya terakhir, kalau ada kesempatan, belajarlah bahasa asing sebanyak mungkin tanpa melupakan bahasa kita. Kepala mumet sih emang, tapi ini salah satu cara berkomunikasi dengan orang dari berbagai bangsa (maupun daerah di tanah air), membuka cakrawala atas budaya yang berbeda, dan mampu menerima perbedaan diatantara manusia. Sampai detik ini, saya masih mau belajar paling tidak, satu asing lain, yaitu bahasa spanyol. Mudah-mudahan ada kesempatan di masa datang. :))
Oke Zev, segitu aja dari saya. Maaf seperti biasa, kepanjangan semoga gak ketiduran bacanya. :)))
No comments:
Post a Comment