Tadi sore, saya membuka kotak surat, saya memang menantikan beberapa surat penting dan kiriman buku yang saya pesan lewat net. Tp betapa kecewanya saya, karena saya tidak menemukan surat-surat yang saya tunggu-tunggu. Tapi ada suatu amplop, dimana tertera nama kecil saya sebagai penerimanya (dan juga nama suami tentunya). Buru-buru saya buka itu surat. Ternyata dari teman ibuku, Madame Woetz, seorang nenek Perancis yang tinggal di paris. Isinya, foto-foto saya waktu jalan sama dia minggu lalu di Paris, katanya ini souvenir de Paris. Emang sih, kalau liat foto-fotonya, yah Paris banget lah yaw.
Saya jadi ingat, bagaimana saya mengenal madame ini. Dia teman ibu saya waktu di Jakarta, duluuu banget. Si madame ini juga masih muda dulunya, belum nenek-nenek lah ya. Awal perkenalan mereka sih, menurut pengakuan madame Woetz ini, adalah ibu saya duluan yang mengajak kenalan (loh kok kayak orang pendekatan gini?). Mereka berdua sama-sama lagi mau pinjam buku di Centre Culturel Français (Pusat Kebudayaan Perancis, CCF) Salemba, Jakarta.
Sekedar catatan, Ibu memang aktif ikut kursus di CCF. Saya ingat benar, bagaimana saya sering jemput ibu di CCF Salemba yang dekat dengan kantor bapak dan sekolahku. Ibu les dalam jangka waktu yang cukup lama di tempat ini, sampai-sampai, waktu jaman saya les di sana sepulang ngantor, satpam dan pegawai perpusnya mengenali ibu saya yang pada awal saya les, sering jemput ke Salemba. Lucu aja gitu, ternyata di CCF Salemba itu, mulai dari Satpam, Pegawai Perpus maupun guru-gurunya masih banyak yang belom pensiun! Jadi mereka masih mengenali rupa ibuku, dan mereka bilang, "oh ini anaknya yang dulu pake seragam SD"
Eits....Jangan pada protes, kalau saya pulang kantor, pulang les, memang sering dijemput sama ibu/bapak. Emang, saya anak mami/papi lah istilahnya. Karena amanat (dan perintah yang gak boleh dibantah) dari ibu pulalah yang membuat saya, pada akhirnya, belajar bahasa Perancis. Itu waktu saya SMP, dan berlangsung cuman beberapa bulan. Gak kuat belajar bahasa njlimet gini. Mending les gitar lah ya. Ibu emang mikirnya udah jauh banget waktu itu, katanya buat pendidikan bekal masa depan. Ternyata ibu benar, bahasa Perancis itu perlu, selulusnya aku kuliah, aku harus menelan kembali kata-kataku dulu ke Ibu, kalau bahasa selaen bahasa Inggris gak penting. Saya mulai lagi les perancis dan nol, ketika saya kerja. Ibu benar, penting untuk masa depan. Kalau ternyata di masa depan saya (masa sekarang maksudnya, back to the future) kawin ama orang Perancis sih karena kebetulan aja sih ya...hehehe, karena saya les bahasa perancis sebelum saya mengenal pria yang nantinya jadi pacar dan suami saya.
Balik ke Madame Woetz. Keberadaan keluarga Woetz di Jakarta adalah dalam rangka tugas Monsieur Woetz di Jakarta, yaitu mendirikan bandara terhebat di Indonesia (yang menurut majalah Tempo, mark up-nya gila-gilaan, pohon palem aja bisa berharga 3 juta rupiah sebatangnya!).
Dari perkenalan mereka di perpustakaan, entah gimana ceritanya, kami diundang ke rumahnya, untuk berenang. Dan ini akhirnya jadi sesuatu yang dijadwalkan, dimana saya dan seorang kakak saya, tiap seminggu sekali, selalu berenang di kolam renang rumah mereka yang luas. Sementara Ibu ngobrol-ngobrol sama si Madame itu, kami pun enak berenang dan makan es krim. Dan tiap bertamu di tempat si madame ini, selalu dikasih cemilan-cemilan enak. Es krim yang paling enak di Jakarta, tahun 80-an, yah cuman ada di rumahnya dia aja. Entah dia itu beli di mana, kali ada supermarket khusus untuk orang-orang Perancis pada masa itu, atau enggak, titipan temen kali ya. Atau nggak, ya beli di supermarket untuk expat, Kem Chic. Udah gitu, kue-kuenya yang à la Perancis gitu deh. Belum lagi kalau ke rumahnya, ada aja barang-barang yang bisa dilihat. Seperti museum sebetulnya, karena barang-barangnya aneh-aneh. Hari dimana kita berenang di rumahnya adalah hari yang paling saya tunggu-tunggu di setiap minggunya. Iyalah, makan es krim kok.
Sampai suatu hari, tugas Monsieur Woetz di Indonesia selesai sudah. Bandaranya sudah berdiri dengan megahnya dan jadi bandara yang paling megah di Asia Tenggara (sekarang masih ada khan?.. cuman sekarang jorok banget, dan banyak preman gitu..hehehe). Mereka pun harus kembali ke Perancis. Saya tidak pernah tau pastinya berapa lama mereka di Indonesia. Yang jelas mereka tidak bisa berbahasa Indonesia sama sekali. (Monsieur sempat belajar bahasa Indonesia sebelum berangkat tugas di Indonesia. Tapi dia kayaknya gak pernah praktek ngomong Indonesia tuh). Kita pun tidak pernah berjumpa lagi dengan mereka. Teman ibu di dunia nyata terserbut berubah menjadi sahabat penanya.
Tiap tahun, mereka, ibu dan madame, saling berkirim kabar, berkirim foto terbaru sekalian. Saya tidak pernah tau apa isi surat-surat tersebut. Mungkin juga, mereka tidak selalu berkirim kabar setiap tahun. Seingat saya, ada tahun-tahun dimana mereka saling putus kontak karena kesibukan masing-masing. Tapi ada kalanya Madame mengirimkan parfume ke Ibu. Lain waktu, Madame mengirimkan foto Felix dan Ivan, dua anak laki mereka yang dulu sempat saya kenal sekilas, yang ternyata sudah menikah. Ternyata Ivan itu gak jauh juga jarak umurnya denganku. Empat tahun saja beda umurnya. Saya pikir yang 10 tahun lebih, abis dulu kayaknya mereka bongsor sekaleee. Kemudian, kakakku yang lain pernah juga mengunjungi Madame di Paris. Tapi ibuku tidak pernah berjumpa lagi dengannya. Dan aku rasa, Madame juga tidak terlalu ingat denganku.
Sampai suatu hari pacar perancisku yang baru pulang berlibur dari Indonesia, datang berkunjung ke apartemen mereka di Paris, untuk menyampaikan bingkisan titipan ibuku untuk keluarga Woetz. Mereka pun mulai menggali ingatannya akan bentuk dan rupaku. Gak berhasil juga, hehehe. Dan akhirnya pun, aku tinggal di Perancis dan menyempatkan diri sowan ke apartemen mereka di Paris.
Awal pertemuan agak kaku...mereka sepertinya sibuk-sibuk mengingat masa lalu mereka di Jakarta. Saking kakunya, saya yang gak lancar ngomong Perancis, gak tau mau ngomong apa. Mereka pun sepertinya gak sabar menunggu saya pulang aja.. hihihi... Tapi mereka dengan baik hatinya mengundang Saya dan suamiku untuk datang nginep di tempat mereka di desa agak keluar dikit dari provinsi île-de-france, kapan saja kami mau. Saya bingung juga ya, diterima atau enggak, abis mau ngomong apa sama mereka, mereka kan sudah tua, ada rentang usia yang sangat jauh diantara kita, nanti gak nyambung dong ngomongnya? Tapi mereka sudah mengundang, ya harus diterima dong... gak sopan, padahal sama orang tua kok... hehehe..
Kami pun menyempatkan diri untuk memenuhi undangannya pada suatu akhir pekan di suatu musim panas. Mereka mengundang serta sepasang suami istri yang umurnya jauh lebih tua daripada mereka. Wah, ini mah dikelilingin ninik akik, pikir saya. Gak nginep lama-lama deh ah..hehehe. Tapi ternyata, akhir pekan itu menjadi akhir pekan yang sangat menyenangkan. Para kakek nenek ini enak banget kalau diajak ngobrol. Apalagi mereka semua pernah ke Indonesia, ada ajalah yang bisa diobrolin. Banyak sekali candaan yang keluar diantara mereka, dan surprise, suami saya yang biasanya sangat pemalu, bisa juga nyambung ngobrol sama mereka. Benar-benar weekend yang menyenangkan.
Dan minggu lalu, saya dan madame sempat ketemuan bareng di Paris, trus pergi ke museum, juga pergi ngafe bentar ketemuan ama temennya, nenek2 juga..hehehehe... Tapi baek2 lah mereka itu. Gak nyangka ya, temen ibuku, bisa jadi temenku juga pada akhirnya... hehehehe....
Berikut adalah fotoku hasil jepretan si madame, katanya untuk dikirim ke ibuku di Jakarta (loh.. bukannya saya aja yang ngirim, gimana sih? Tapi dia selalu gitu, setiap kita ketemuan, dia ambil foto mukaku, abis itu dikirim ke Jakarta... ini anaknya malah enggak pernah kirim foto ke ibunya sendiri..hehehehe).


Tuh kan temanya Paris banget?
Itulah souvenir de Paris et de Jakarta. Dunia ini indah karena penuh dengan cerita persahabatan ya?
Saya jadi ingat, bagaimana saya mengenal madame ini. Dia teman ibu saya waktu di Jakarta, duluuu banget. Si madame ini juga masih muda dulunya, belum nenek-nenek lah ya. Awal perkenalan mereka sih, menurut pengakuan madame Woetz ini, adalah ibu saya duluan yang mengajak kenalan (loh kok kayak orang pendekatan gini?). Mereka berdua sama-sama lagi mau pinjam buku di Centre Culturel Français (Pusat Kebudayaan Perancis, CCF) Salemba, Jakarta.
Sekedar catatan, Ibu memang aktif ikut kursus di CCF. Saya ingat benar, bagaimana saya sering jemput ibu di CCF Salemba yang dekat dengan kantor bapak dan sekolahku. Ibu les dalam jangka waktu yang cukup lama di tempat ini, sampai-sampai, waktu jaman saya les di sana sepulang ngantor, satpam dan pegawai perpusnya mengenali ibu saya yang pada awal saya les, sering jemput ke Salemba. Lucu aja gitu, ternyata di CCF Salemba itu, mulai dari Satpam, Pegawai Perpus maupun guru-gurunya masih banyak yang belom pensiun! Jadi mereka masih mengenali rupa ibuku, dan mereka bilang, "oh ini anaknya yang dulu pake seragam SD"
Eits....Jangan pada protes, kalau saya pulang kantor, pulang les, memang sering dijemput sama ibu/bapak. Emang, saya anak mami/papi lah istilahnya. Karena amanat (dan perintah yang gak boleh dibantah) dari ibu pulalah yang membuat saya, pada akhirnya, belajar bahasa Perancis. Itu waktu saya SMP, dan berlangsung cuman beberapa bulan. Gak kuat belajar bahasa njlimet gini. Mending les gitar lah ya. Ibu emang mikirnya udah jauh banget waktu itu, katanya buat pendidikan bekal masa depan. Ternyata ibu benar, bahasa Perancis itu perlu, selulusnya aku kuliah, aku harus menelan kembali kata-kataku dulu ke Ibu, kalau bahasa selaen bahasa Inggris gak penting. Saya mulai lagi les perancis dan nol, ketika saya kerja. Ibu benar, penting untuk masa depan. Kalau ternyata di masa depan saya (masa sekarang maksudnya, back to the future) kawin ama orang Perancis sih karena kebetulan aja sih ya...hehehe, karena saya les bahasa perancis sebelum saya mengenal pria yang nantinya jadi pacar dan suami saya.
Balik ke Madame Woetz. Keberadaan keluarga Woetz di Jakarta adalah dalam rangka tugas Monsieur Woetz di Jakarta, yaitu mendirikan bandara terhebat di Indonesia (yang menurut majalah Tempo, mark up-nya gila-gilaan, pohon palem aja bisa berharga 3 juta rupiah sebatangnya!).
Dari perkenalan mereka di perpustakaan, entah gimana ceritanya, kami diundang ke rumahnya, untuk berenang. Dan ini akhirnya jadi sesuatu yang dijadwalkan, dimana saya dan seorang kakak saya, tiap seminggu sekali, selalu berenang di kolam renang rumah mereka yang luas. Sementara Ibu ngobrol-ngobrol sama si Madame itu, kami pun enak berenang dan makan es krim. Dan tiap bertamu di tempat si madame ini, selalu dikasih cemilan-cemilan enak. Es krim yang paling enak di Jakarta, tahun 80-an, yah cuman ada di rumahnya dia aja. Entah dia itu beli di mana, kali ada supermarket khusus untuk orang-orang Perancis pada masa itu, atau enggak, titipan temen kali ya. Atau nggak, ya beli di supermarket untuk expat, Kem Chic. Udah gitu, kue-kuenya yang à la Perancis gitu deh. Belum lagi kalau ke rumahnya, ada aja barang-barang yang bisa dilihat. Seperti museum sebetulnya, karena barang-barangnya aneh-aneh. Hari dimana kita berenang di rumahnya adalah hari yang paling saya tunggu-tunggu di setiap minggunya. Iyalah, makan es krim kok.
Sampai suatu hari, tugas Monsieur Woetz di Indonesia selesai sudah. Bandaranya sudah berdiri dengan megahnya dan jadi bandara yang paling megah di Asia Tenggara (sekarang masih ada khan?.. cuman sekarang jorok banget, dan banyak preman gitu..hehehe). Mereka pun harus kembali ke Perancis. Saya tidak pernah tau pastinya berapa lama mereka di Indonesia. Yang jelas mereka tidak bisa berbahasa Indonesia sama sekali. (Monsieur sempat belajar bahasa Indonesia sebelum berangkat tugas di Indonesia. Tapi dia kayaknya gak pernah praktek ngomong Indonesia tuh). Kita pun tidak pernah berjumpa lagi dengan mereka. Teman ibu di dunia nyata terserbut berubah menjadi sahabat penanya.
Tiap tahun, mereka, ibu dan madame, saling berkirim kabar, berkirim foto terbaru sekalian. Saya tidak pernah tau apa isi surat-surat tersebut. Mungkin juga, mereka tidak selalu berkirim kabar setiap tahun. Seingat saya, ada tahun-tahun dimana mereka saling putus kontak karena kesibukan masing-masing. Tapi ada kalanya Madame mengirimkan parfume ke Ibu. Lain waktu, Madame mengirimkan foto Felix dan Ivan, dua anak laki mereka yang dulu sempat saya kenal sekilas, yang ternyata sudah menikah. Ternyata Ivan itu gak jauh juga jarak umurnya denganku. Empat tahun saja beda umurnya. Saya pikir yang 10 tahun lebih, abis dulu kayaknya mereka bongsor sekaleee. Kemudian, kakakku yang lain pernah juga mengunjungi Madame di Paris. Tapi ibuku tidak pernah berjumpa lagi dengannya. Dan aku rasa, Madame juga tidak terlalu ingat denganku.
Sampai suatu hari pacar perancisku yang baru pulang berlibur dari Indonesia, datang berkunjung ke apartemen mereka di Paris, untuk menyampaikan bingkisan titipan ibuku untuk keluarga Woetz. Mereka pun mulai menggali ingatannya akan bentuk dan rupaku. Gak berhasil juga, hehehe. Dan akhirnya pun, aku tinggal di Perancis dan menyempatkan diri sowan ke apartemen mereka di Paris.
Awal pertemuan agak kaku...mereka sepertinya sibuk-sibuk mengingat masa lalu mereka di Jakarta. Saking kakunya, saya yang gak lancar ngomong Perancis, gak tau mau ngomong apa. Mereka pun sepertinya gak sabar menunggu saya pulang aja.. hihihi... Tapi mereka dengan baik hatinya mengundang Saya dan suamiku untuk datang nginep di tempat mereka di desa agak keluar dikit dari provinsi île-de-france, kapan saja kami mau. Saya bingung juga ya, diterima atau enggak, abis mau ngomong apa sama mereka, mereka kan sudah tua, ada rentang usia yang sangat jauh diantara kita, nanti gak nyambung dong ngomongnya? Tapi mereka sudah mengundang, ya harus diterima dong... gak sopan, padahal sama orang tua kok... hehehe..
Kami pun menyempatkan diri untuk memenuhi undangannya pada suatu akhir pekan di suatu musim panas. Mereka mengundang serta sepasang suami istri yang umurnya jauh lebih tua daripada mereka. Wah, ini mah dikelilingin ninik akik, pikir saya. Gak nginep lama-lama deh ah..hehehe. Tapi ternyata, akhir pekan itu menjadi akhir pekan yang sangat menyenangkan. Para kakek nenek ini enak banget kalau diajak ngobrol. Apalagi mereka semua pernah ke Indonesia, ada ajalah yang bisa diobrolin. Banyak sekali candaan yang keluar diantara mereka, dan surprise, suami saya yang biasanya sangat pemalu, bisa juga nyambung ngobrol sama mereka. Benar-benar weekend yang menyenangkan.
Dan minggu lalu, saya dan madame sempat ketemuan bareng di Paris, trus pergi ke museum, juga pergi ngafe bentar ketemuan ama temennya, nenek2 juga..hehehehe... Tapi baek2 lah mereka itu. Gak nyangka ya, temen ibuku, bisa jadi temenku juga pada akhirnya... hehehehe....
Berikut adalah fotoku hasil jepretan si madame, katanya untuk dikirim ke ibuku di Jakarta (loh.. bukannya saya aja yang ngirim, gimana sih? Tapi dia selalu gitu, setiap kita ketemuan, dia ambil foto mukaku, abis itu dikirim ke Jakarta... ini anaknya malah enggak pernah kirim foto ke ibunya sendiri..hehehehe).


Tuh kan temanya Paris banget?

Itulah souvenir de Paris et de Jakarta. Dunia ini indah karena penuh dengan cerita persahabatan ya?
No comments:
Post a Comment